Jumat, 18 September 2009

BEDA PENDAPAT

BEDA PENDAPAT, RAHMAT ATAU LAKNAT?
Oleh: A. Adib Masruhan

Perbedaan pendapat dikalangan para Ulama adalah wajar, karena mereka melihat suatu permasalahan dari sudut pandang yang berbeda, baik permasalahan tersebut dalam hal terkait pada mas’alah ilmiah maupun mas’alah amaliah. Permasalahan ilmiah bisa kita contohkan seperti cabang cabang syariat dan beberapa mas’alah aqidah yang tidak menyentuh pada prinsip prinsip yang pasti, sedang mas’alah amaliah bisa kita sebutkan beberapa contoh seperti perbedaan terhadap diperbolehkanya atau tidak presiden perempuan, perlunya pemberlakuan syariat Islam secara tekstual (dengan undang undang yang bertajuk Syariat Islam) atau cukup norma dan esensinya yang berlaku untuk kondisi negara seperti Indonesia ini, apakah jihad dengan pedang (revolusi dan kekerasan) berlaku dimasa seperti sekarang atau cukup dengan sarana lain (secara bertahap dan keluwesan), dan lain sebagainya.
Sebetulnya perbedaan pendapat tersebut sudah berkembang sejak masa sahabat, bahkan pada masa Rasulullah SAW sering terjadi perbedaan pemikiran yang dituangkan dihadapan beliau, seperti sewaktu beliau meminta pendapat dari para tokoh sahabat tentang penanganan tawanan perang badar, (“karena belum turun” wahyu yang mengatur tentang itu) terjadilah perbedaan pendapat cukup tragis, seperti yang disampaikan oleh Umar ibn Khotob dan Abu Bakar Assiddiq.
Dalam kesempatan tersebut Abu Bakar mengajukan pendapat agar Rasulullah SAW mengambil langkah untuk melepaskan para tawanan dengan pesyaratan mereka membayar tebusan, sehingga tebusan tersebut bisa memeperkuat persenjataan umat Islam. Hal ini ditentang oleh Umar Ibn Khotob dengan perkataanya:

لا والله يا رسول الله ما أرى الذي رأى أبو بكر، ولكني أرى أن تمكنا فنضرب أعناقهم، فتمكن عليا من عقيل فيضرب عنقه، وتمكني من فلان نسيبا لعمر فأضرب عنقه، فإن هؤلاء أئمة الكفر وصناديدها.
صحيح مسلم ج: 3 ص: 1385

“Demi Allah Ya Rasulullah, tidak bisa, saya tidak setuju dengan pendapat Abu Bakar, pendapatku adalah engkau menugasi kita untuk menghabisi mereka dengan cara angkau menugaskan Ali (Ibn Abi Tholib) untuk membunuh Aqil (Ibn Abi Thalib), menugaskan ku untuk membunuh Fulan, yang masih keluargaku, dan seterusnya, karena mereka adalah tokoh tokoh orang kafir dan pembesarnya” (HR Muslim 3:1385)

Masih banyak perbedaan pendapat dikalangan para sahabat, bahkan perbedaan tersebut sampai menimbulkan perpecahan dan peperangan, seperti ijtihad para sahabat atas para pembunuh (pemberontak) Kholifah Utsman ibn Affan, sebagaian menuntut agar mereka diadili, namun pemerintah mempunyai pertimbangan lain sehingga timbul peperangan Al Jamal. Dan seterusnya.
Sampai sekarang perselisihan atau perbedaan pendapat dikalangan umat Islam semakin meluas, khususnya adalah perbedaan pendapat dalam masalah fiqh dan sebagian masalah aqidah yang tidak qoth’i dalilnya atau bukan masalah yang pokok. Diantara penyebab utama perselisihan dan perbedaan pendapat dalam masalah fiqh atau aqidah tersebut, timbul akibat beraneka ragam dan macam sumber dan argumen dalam memahami nash (teks) dan cara istinbath (menyimpulkan) hukum yang tidak ada nashnya. Perselisihan atau perbedaan tersebut terjadi antar berbagai pihak; dari yang melonggarkan hukum dan yang mempersempitnya, antara yang memperketat dan yang mempermudah, antara yang memakai dlohir nash dan yang memakai ro’yi (logika), antara yang mewajibkan bertaqlid pada madzhab dan yang mewajibkan berijtihad, dan seterusnya.
Perbedaan pendapat ini memang harus terjadi dan merupakan sunnatullah, para ulama fiqh seperti Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Tsauri, Auza’i dan lainya tidak memandang perbedaan ini sebagai hal yang buruk, bahkan masing masing tidak ada yang memaksakan pendapatnya kepada yang lain atau melecehkan orang yang tidak sependapat denganya. Karena beda pendapat ini sunnatullah maka terjadi pula dilingkungan para malaikat bahkan mereka berbantah bantahan, dikisahkan dalam Alur’an :
مَاكَانَ لِيَ مِنْ عِلْمٍ بِالمَلإَ ِ الأَعْلَى إِذْ يَخْتَصِمُوْنَ (ص 69)
“Aku tiada mempunyai pengetahuan sedikitpun tentang Al Mala’ul A’la (malaikat) ketika mereka berbantah bantahan” (QS Shod 38:69)

Demikian pula perbedaan pendapat ini terjadi dilingkungan para Nabi, seperti Nabi Musa dengan Nabi Harun pernah berselisih pendapat tentang Bani Israel yang mengikuti menyembah lembu Samiri, Nabi Musa menarik jenggot Nabi Harun dengan kemarahan yang sangat, sambil memegang janggut harun dan kepalanya, mengatakan:
“Berkata Musa: Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, sehingga kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah sengaja mendurhakai perintahku? Harun menjawab: Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan pula kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku): kamu telah memecah antara Bani Israel dan kamu tidak memelihara amanatku” (QS Thaha 20: 92-94)

Nabi Musa juga berselisih dengan Nabi Khidlir dalam tiga kasus yang mengakibatkan perpisahan mereka, dalam kesempatan terakhir:
“Khidlir berkata: inilah perpisahan antara aku dengan kamu; aku akan memberitahukan kepada kamu tujuan perbuatan perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya” (QS Al Kahfi 18:78)

Juga dalam hadits shahih diceritakan perdebatan antara malaikat Rahmat dan malaikat Adzab perihal nasib seseorang yang telah membunuh seratus orang, kemudian bertaubat dan pergi menuju kedesa orang yang saleh, tetapi mati ditengah perjalanan. Apakah dia dihukumi sebagai orang yang berdosa karena pembunuhan yang dilakukan dan dianggap belum sempat ketemu orang yang dituju untuk memberikan fatwa tentang taubatnya, ataukah sebagai orang yang telah bertaubat karena telah berniat untuk melakukan taubat. Dalam peristiwa ini malaikat berbeda pendapat dan ingin menghukumi sesuai dengan tugas masing masing, dan akhirnya Allah mengutus malaikat untuk mengakhiri perselisihan mereka berdua dengan menyatakan kebenaran pada pihak malaikat rahmat. (Hadits Muttafaq Alaih)
Perbedaan pendapat juga terjadi antara Nabi Dawud dengan puteranya Nabi Sulaiman, tentang cerita dua orang wanita yang membawa anaknya masing masing yang kemudian datang serigala memakan salah satu anak mereka, wanita yang satu berkata yang dimakan adalah anak kamu. Dan yang kedua berkata: yang dimakan adalah anak kamu. Dan akhirnya keduanya meminta keputusan kepada Nabi Dawud yang memberi putusan bahwa yang dimakan adalah anak wanita yang pertama. Tetapi kedua wanita itu datang kepada Nabi Sulaiman bin Dawud mengadukan permasalahanya. Nabi Sulaiman berkata: Berikan aku pisau biar aku belah menjadi dua dan aku bagikan kepada kalian. Salah seorang wanita itu berkata: jangan lakukan itu, semoga Allah memberikan rahmat kepadamu, bayi itu adalah anaknya. Akhirnya Sulaiman menyerahkan anak itu kepada wanita yang melarang dibelah. (Lu’lu’ wal Marjan 1121)
Kalau perbedaan pendapat seperti ini terjadi dikalangan para makhluk yang mulia, yang suci, seperti para malaikat dan para Nabi yang terkenal Makshum, hal itu karena perbedaan sudut pandang dan pengalaman serta keluasan ilmu mereka, maka mengapa kita masih ngotot dan berambisi ingin menyuruh dan memaksa orang lain untuk mengikuti pendapat kita, yang jelas tidak makshum dan penuh kedengkian (hasud) agar yang lain sirna dan semua mengikuti kita.
Perbedaan pendapat akan timbul secara sunnatullah, dan harus kita terima bahwa itu merupakan rahmat Allah yang diturunkan agar fleksibilitas hukum Islam selalu terjaga, jangan kita memperuncing dan memperlebar jurang perbedaan dengan saling menyalahkan yang lain, kalau memang yang lain mempunyai dasar yang kuat akan amaliahnya kenapa tidak kita anggap bahwa amalaiah tersebut adalah juga benar (karena kebenaran tidak harus satu). Hal itu sebagai rukhshoh yang diberikan oleh Allah kepada kita, seperti yang disampaikan oleh Rasulullah SAW pada haditsnya:

عن أبي ثعلبة الخشني رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إن الله حد حدودا فلا تعتدوها، وفرض لكم فرائض فلا تضيعوها، وحرم أشياء فلا تنتهكوها، وترك أشياء غير نسيان من ربكم ولكن رحمة منه لكم فاقبلوها ولا تبحثوا فيها
المستدرك على الصحيحين ج: 4 ص: 129
“Dari Abi Tsa’labah al Khusyani RA berkata, bersabda Rasulullah SAW: sesungguhnya Allah SWT telah membuat ketentuan ketentuan maka janganlah kamu melanggarnya, telah menetapkan kewajiban kewajiban maka jangan kamu abaikan, telah mengharamkan banyak hal maka janganlah kamu melanggarnya, telah meninggalkan banyak masalah bukan karena lupa dari Tuhan kamu, tetapi rahmat dari Nya bagimu maka terimalah dan jangan kamu mencari carinya” (HR Hakim 4:129)

عن سلمان رضي الله عنه قال: سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن السمن والجبن والفأر، فقال الحلال ما أحل الله في كتابه والحرام ما حرم الله في كتابه وما سكت عنه فهو مما عفى عنه،
المستدرك على الصحيحين ج: 4 ص: 129

“Dari Salman RA berkata: Rasulullah SAW ditanya tentang minyak samin, keju dan tikus (tikus yang masuk dalm minyak amin dan keju), beliau menjawab: Barang yang halal yang telah dijelaskan kehalalannya oleh Allah SWT dalam kitabNya, sedang yang haram adalah yang telah diharamkan oleh Allah SWT dalam kitabNya, sedang yang ditinggalkan adalah telah dimaafkan (merupakan kemurahan). (HR Hakim 4:129)

Dari hal hal yang di diamkan inilah biasanya menjadi salah satu sebab timbulnya perbedaan pendapat. Karena ia menjadi kawasan kosong syariat, dimana setiap ahli fiqh akan berusaha untuk memenuhinya sesuai dengan dasar dasar dan kecenderungan madzhabnya. Disatu pihak cenderung mengisi permasalahan berdasar pada istihsan, dipihak kedua cenderung mengisinya dengan menggunakan metode Qiyas, dan dipihak ketiga menggunakan istislah, dan dipihak keempat memakai metode urf dan seterusnya.
Dengan beragamnya metode dan sumber pengambilan hukum ini maka khazanah fiqhiyah makin bertambah luas dan beraneka ragam coraknya, berbagai aliran atau “madrasah pemikiran ” bermunculan secara subur, mereka menghasilkan suatu khazanah dan kekayaan ilmiah yang tak terhingga banyaknya dan luasnya, hanya orang orang yang berilmu saja yang dapat menghargai nilainya.
Demikian, semoga perbedaan pendapat diantara kita merupakan rahmat Allah, bukan sebagai laknat yang diturunkan kepada umat ini. Mari kita ikuti budaya Rasulullah yang selalu menghargai beda pendapat ini dengan solusi yang menentramkan, bukan memperkeruh dan membuat masalah semakin meruncing.
Wallahu a’lam bi alshawab.

Tidak ada komentar: