Selasa, 03 November 2009

KEBENARAN

KEBENARAN TIDAK HARUS SATU.

Oleh: A. Adib Masruhan

Penyakit orang orang “muda” yang baru menapakkan kakinya beberapa langkah di dunia ilmu keislaman adalah mereka tidak mengetahui kecuali satu pendapat dan satu sudut pandang, atau hafal dua atau tiga hadits yang mereka dapatkan dari seorang guru atau ustadz. Mereka membatasi diri dalam satu kelompok dan tidak bersedia mendengar pendapat lainya atau mendiskusikan pendapat pendapat lain yang berbeda denganya. Yang anehnya mereka ini melarang taqlid, padahal sebenarnya mereka sendiri bertaqlid, mereka menolak tidak mau mengikuti para imam madzhab namun kenyataanya mereka bertaqlid dan mengikuti ustadznya atau guirunya yang masa kini.

Bahkan mereka menolak madzhab, padahal meeka sendiri menjadikan pendapatnya atau pendapat guru/ustadznya sebagai madzhab yang lain dengan membelanya mati matian dan menolak setiap orang yang berbeda dengannya.

Sesungguhnya sikapmereka terhadap kebenaran tak ubahnya seperti sikap orang buta terhadap gajah dalam cerita yang berkembang dimasyarakat. Mereka tidak mengenal gajah kecuali hanya terhadap apa yang sedang disentuh tanganya, sehingga apabila menemukan gajah hanya pada kakinya maka dia akan mengatakan bahwa gajah itu mirip bambu, bentuknya bulat memanjang, namun keesokan harinya akan berubah pendapatnya, karena dia menemukan dan menyentuh gajah pada telinganya, sehingga pendapoatnya tentang gajahpun berubah, bahwa gajah itu seperti ilir (kipas angin tradisional) begitu seterusnya.

Seandainya mereka mau memperluas wawasan serta keilmuan mereka, niscaya merekaakan mengetahui dan menyadari bahwa persoalan yang dihadapi ternyata lebih luas dari sekadar satu pendapat yang telah diterima dari ustadznya dan menyadari bahwa keaneka ragaman pendapat itu dapat ditolerir. Namun yang penting adalah bersikap adil dan tasamuh atau toleransi, meninggalkan fanatisme dan mau mendengarkan orang lain, sekalipun mungkin mereka lebih benar pendapatnya.

Sehingga mengetahui (kenyataannya) bahwa kebenaran dalam Islam yang terkait dengan furu’iyah itu tidak hanya satu, bisa jadi dua pendapat yang berbeda itu benar semua, mungkin juga tiga pendapat itupun benar semua. Hal ini sudah ditunjukkan dan diajarkan oleh Rasulullah SAW cara menyikapi apabila ada perbedaan pendapat. Seperti beberapa contoh peristiwa berikut ini:

عن بن عمر قال قال النبي صلى الله عليه وسلم لنا لما رجع من الأحزاب: لا يصلين أحد العصر إلا في بني قريظة فأدرك بعضهم العصر في الطريق فقال بعضهم: لا نصلي حتى نأتيها وقال بعضهم: بل نصلي لم يرد منا ذلك فذكر للنبي صلى الله عليه وسلم فلم يعنف واحدا منهم

صحيح البخاري ج: 1 ص: 321

“Dari Ibnu Umar berkata, bersabda Nabi SAW kepada kami ketika sekembalinya dari perang Al Ahzab (Khondaq) : Jangan sekali sekali kalian sholat Ashar kecuali (telah sampai) di Bani Quraidloh, sebagian mereka memasuki waktu Ashar di perjalanan, mereka berkata: Kita tidak akan sholat Ashar kecuali telah sampai di Bani Quraidloh, sebagian lagi berkata: Kita sholat sekarang, beliau tidak bermaksud seperti itu. Hal itu disampaikan kepada Nabi SAW besoknya, maka beliau tidak menyalahkan salah satu dari mereka. (HR Bukhori 1:321)

Kejadian tersebut diatas menunjukan bahwa kebenaran tidak harus satu, dikala orang berijtihad dan menghasilkan suatu fatwa hukum maka ada kemungkinan benar walau berbeda dengan yang lain, seperti contoh diatas bahwa Nabi SAW mengatakan: jangan sekali sekali sholat ashar kecuali telah sampai di perkampungan Bani Quraidloh, yang berjarak sekitar 6 km dari masjid Nabawi (tempat dikeluarkan perintah), mereka kemudian berangkat dengan membawa peralatan perang sehingga memakan waktu lama untuk mencapai tujuan tempat musuh (Bani Quraidloh), waktu ashar telah mendekati habis, mereka berselisih, apakah sholat ashar dahulu apa melanjutkan pejalanan dan sampai tujuan setelah waktu ashar terlewatkan. Sebagian sholat ashar ditempat (perjalanan) pada waktunya (ashar), dan sebagian sholat ashar di tujuan (Bani Quraidloh) diwaktu maghrib. Dua hasil ijtihad tersebut dilaporkan kepada Nabi SAW di keesokan hainya dan beliaupun tidak menyalahkan dari dua hasil ijtihad tersebut, kedua duanya adalah benar. Yang satu menggunakan ijtihad dengan rasional (kontekstual) perintah dan nash, dan yang satunya menggunakan tekstual (dlohir nash).

عن ابن المسيب أن أبا بكر وعمر تذاكراالوتر عند النبي صلى الله عليه وسلم فقال أبو بكر: أما أنا فأنام على وتر فإن استيقظت صليت شفعا، وقال عمر: لكني أنام على شفع ثم أوتر من السحر، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم لأبي بكر حذر هذا، وقال لعمر قوي هذا

مصنف عبد الرزاق ج: 3 ص: 14

“Dari said Ibn Musayyib, bahwa Abu Bakar dan Umar bercerita tentang pelaksanaan sholat witirnya dihadapan Nabi SAW, Abu Bakar berkata: Saya melakukan sholat witir kemudian tidur, dan bila bangun aku sholat genap, Umar berkata: kalau saya tidur setelah melakukan sholat secara genap, kemudian sholat witir diwaktu sahur (menjelang subuh). Rasulullah SAW berkata untuk Abu Bakar: yang ini hati hati, dan kepada Umar yang ini kuat” (HR Abdurrozaq 3:14)

Dalam hadits ini jelas ada dua pendapat yang dilontarkan dihadapan Rasulullah SAW dengan berbeda, Abu Bakar melakukan sholat sunnah sampai witir juga diawal malam, dan bila bangun ditengah malam maka beliau melakukan sholat sunnah kembali dengan dua okaat dua rokaat. Berbeda dengan Umar Ibn Khotob yang melakukan sholat sunah diawal malam dengan du rokaat kemudian tidur, dan melakukan sholat witirnya diwaktu sahur. Jelasnya dua pendapat ini berbeda; yaitu Abu Bakar melakukan sholat witir sebelum tidur dan Uamar melkukanya setelah tidur, kedua pendapat dan cara melaksanakan sholat malam ini mendapat pujian dari Rasulullah SAW. Padahal dalam kesempatan lain beliau menyatakan untuk sholat malam agar ditutup dengan rokaat ganjil (witir).

عن أبي قيس مولى عمرو بن العاص أن عمرو بن العاص كان على سرية وأنهم أصابهم برد شديد لم ير مثله، فخرج لصلاة الصبح فقال: والله لقد احتلمت البارحة ولكني والله ما رأيت بردا مثل هذا، أهل مر على وجوهكم مثله؟ قالوا: لا، فغسل مغابنة وتوضأ الدفع للصلاة ثم صلى بهم، فلما قدم على رسول الله صلى الله عليه وسلم سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم: كيف وجدتم عمرا وصحابته لكم؟ فأثنوا عليه خيرا، وقالوا يا رسول الله صلى بنا وهو جنب، فأرسل رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى عمرو فسأله فأخبره بذلك وبالذي لقي من البرد، فقال يا رسول الله، إن الله قال: (ولا تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيما) ولو اغتسلت مت، فضحك رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى عمرو هذا

المستدرك على الصحيحين ج: 1 ص: 285

“Dari Abi Qais mantan budak Amr Ibn As bercerita: bahwasanya Amr Ibn As ketika mimpin perang (Dzatu Salasil), cuaca sangat dingin sekali, yang tidak pernah terjadi sebelumnya, maka dia pun keluar untuk mengimami sholat subuh sambil berkata: Demi Allah, semalam saya mimpi basah (mimpi keluar sperma), tetapi cuaca sangat dingin sekali tidak seperti biasa, apakah kalian merasa seperti itu? Mereka menjawab: tidak. Maka Amr Ibn As mandi secara tayammum kemudian wudlu untuk sholat dan kemudian mengimami mereka. Sewaktu kembali dan melapor kepada Rasulullah SAW beliau bertanya kapada pasukan: Bagaimana kepemimpinan dan perlakuan Amr terhadap kalian ? mereka memujinya dengan baik, namun mereka berkata: Ya Rasulullah, Amr mengimami sholat dalam keadaan junub. Rasulullah SAW mengirim utusan untuk memanggil Amr kemudian ditanyakan tentang hal itu. Amr bercerita tentang cuaca dingin dan berkata: Ya Rasulullah, bahwa Allah berfirman : (Jangan Kalian Bunuh jiwa kalian bahwasanya Allah Maha Penyayang) seandainya aku mandi niscaya aku mati. Rasulullah SAW tertawa kepada Amr. (HR Al Hakim 1:285)

Disini ada perbedaan pendapat antara Amr dengan para sahabat Rasulullah, mereka menggerundel, atas apa yang dilakukan oleh Amr dalam pelaksanaan sholat, mereka tetap mengikuti pemimpin nya untuk menjaga kesatuan dan persatuan, dengan catatan nanti mereka akan melaporkan kepada Rasulullah SAW.

.

Begitu pula, kita lihat perbedaan pendapat para sahabat terhadap tawanan perang Badr, dan yang paling menonjol adalah perbedaan antara sahabat Abu Bkar as Shiddiq ibn Abi Quhafah dengan Umar ibn al Khatthab.

Umar berpendapat bahwa tawanan perang Badr itu harus dihabisi semua, karena dalam pertimbangan beliau, kalau mereka dilepas pasti akan balas dendam dan mereka lebih kuat, namun pendapat Abu Bakar berbeda jauh, dengan sifat kelembutan dan kasih sayangnya beliau berpendapat agar mereka diperkenankan untuk menebus diri merka dan dana yang terkumpul dari hasil tebusan tersebut bisa dipergunakan untuk membangun fasilitas dan infra struktur Negara.

Banyak permasalahan dengan jawaban dari hasil para Ulama berbeda, bahkan bertentangan, namun pendapat tersebut sumbernya sama, yaitu hadits Rasulullah SAW.

Sebagai contoh; apabila seseorang dengan sengaja meninggalkan solat fardlu tanpa Udzur Syar’I, apakah dia mengqodlonya atau tidak? Jawaban para ulama berbeda; sebagian mengatakan harus mengqodlo, dan sebagian lainya mengatakan tidak perlu. Padahal mereka berpijak pada satu dasar dan argument yang sama, namun cara pandang dan system yang mereka gunakan beda, mereka menggunakan dasar hadits Rasulullah yang berbunyi:

عن أنس بن مالك: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: من نسي صلاة فليصلها إذا ذكرها لا كفارة لها إلا ذلك وأقم الصلاة لذكري

صحيح مسلم ج: 1 ص: 477

“Dari Anas Ibn Malik: bahwasanya Rasulullah SAW berkata: Siapa yang meninggalkan sholat karena lupa, maka dia harus melakukanya ketika ingat, tidak ada denda baginya, lakukan sholat untuk mengingat Aku (Allah)” (HR Muslim 1:477)

Hadits diatas digunakan sebagai jawaban pertanyaan, yang satu menyatakan tidak qodlo, dengan alasan hadits itu memerintahkan qodlo bagi yang meninggalkan karena lupa, tapi bila dengan sengaja meninggalkan sholat maka tidak menqodlonya. Jawaban yang kedua harus mengqodlonya, dengan alasan bahwa yang lupa meninggalkan sholat saja harus mengqodlonya apalagi yang dengan sengaja meninggalkan sholat lebih lebih harus mengqodlonya.

Wallahu A’lam bish showab.